MAAF DAN MEMAAFKAN ITU SANGAT BERNILAI (Pelajaran dari Putusan Vonis kepada Bharada Richard Eliezer) Oleh : Markus surya

 

Saat ini hampir semua media ramai membicarakan tentang putusan vonis hakim pengadilan negeri Jakarta Selatan kepada terdakwa pembunuh Brigadir Josua Hutabarat, yaitu Richard Eiezer yang hanya 1,6 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut  Umum 12 tahun.

Saya sendiri cukup heran dengan putusan Hakim Pengadilan Negeri yang begitu ringan kepada seseorang yang telah menghilangkan nyawa orang lain.

 

Banyak orang  berpendapat bahwa Bharada Richard Eliezer harus diberikan hukuman yang ringan karena:

1.       Dia melaksanakan pembunuhan atas perintah pimpinannya.

2.       Dia juga dianggap justice collaborator.

 

Dua pendapat ini, menurut saya dapat dibantah:

 

PERTAMA

·         Bahwa dalam institusi seperti TNI/POLRI, benar bahwa loyalitas terhadap perintah pimpinan itu ada. Akan tetapi juga berlaku aturan, bahwa perintah yang salah tidak harus dilakukan. Artinya bahwa setiap anggota TNI/POLRI itu rasional dalam menganalisis setiap perintah yang datang. ltu sudah ditanamkan sejak Latihan Dasar Baris-Berbaris. Apalagi sampai Latihan yang teknis. Karena konsekwensi dari pelaksanaan perintah yang salah bisa berakibat nyawa melayang. Misalnya dalam kondisi perang, lalu ada petunjuk untuk evakuasi pasukan dari suatu lokasi karena akan ada pengeboman lewat pesawat 10 menit lagi. Tetapi komandan pasukan memerintahkan pasukannya untuk bergerak 15 menit kemudian. Dapat dibayangkan, mereka semua akan menjadi korban pengeboman.

·         Status Richard Eliezer adalah sebagai seorang ajudan. Tugas ajudan adalah membantu pimpinan sekaligus menjaga keamanan pimpinan dari ancaman, hambatan, tantangan dan gangguan. Dalam keadaan waktu itu, pimpinannya tidak sedang menerima ancaman apapun. Akan tetapi justru sedang mengancam Alm. Joshua Hutabarat, yaitu disuruh berjongkok. Joshua sendiri bukan seorang musuh, akan tetapi juga seorang Ajudan. Dalam kondisi tidak berdaya seperti itu, justru Richard Eliezer dengan dinginnya melakukan penembakan sebanyak tiga sampai empat kali hingga jatuh bersimbah darah. Sesungguhnya ini sangat sadis, karena sebagai sesama rekan ajudan seharusnya dia memikirkan itu, tetapi dia tega. Dia asal ikut perintah secara membabi buta, seperti robot yang sudah di-setting.

 

·         Mestinya Richard Eliezer berusaha menolak atau setidaknya mencoba menenangkan pimpinannya yang sedang marah agar mempertimbangkan kembali, karena apapun kesalahan yang dibuat Alm. Joshua tentu tidak harus ditembak. Ada proses hukumnya, apalagi sesama anggota Polisi. Buktinya ada anggota lain yang menolak perintah atasan karena tidak tega, yaitu Ricky Rizal (menolak) dengan alasan tidak berani dan tidak kuat mental. Tapi Richard Eliezer tetap melakukan pembunuhan itu. Saya menganggap bahwa kemungkinan Richard Eliezer juga punya dendam atau benci dengan Alm. Joshua.

 

KEDUA

·         Bahwa jaksa dapat membuktikan bahwa dia bukanlah yang berinisiatif membuka kasus ini. Kasus ini sudah viral, barulah dia berusaha untuk mencuci tangan dengan memberikan dan membuka informasi atau fakta yang ditutup-tutupi. Padahal dia dari awalnya turut mengikuti mengaminkan skenario bahwa seolah-seolah ada terjadi tembak-menembak di tempat itu dan dia turut dalam perencanaan pembunuhan itu. Ini terungkap dalam persidangan didahului dengan percakapan :

 

“Berani  kamu  tembak  Yosua?”,  tanya Ferdy Sambo.

"Siap Komandan!”, jawab Bharada E.

 

Lalu, Sambo-pun memberikan/menyerahkan 1 kotak berisikan peluru 9mm kepada Bharada E. Lalu, Sambo meminta agar Bharada E mengisi peluru yang ada di senjata api miliknya dengan merk Glock 17.

Sebelum mengeksekusi Brigadir J, Ferdy Sambo terlebih dahulu menjelaskan skenario yang nanti akan dimainkan saat Brigadir J  usai dieksekusi.

Dia pun menjelaskan soal skenario baku tembak antara 2 (dua) ajudan.

(Artikel Tribunnews.com dengan judul Jelang Vonis Ferdy Sambo : Ini Kronologi).

 

·         Karena itu saya berpendapat bahwa seharusnya terdakwa  Richard Eliezer  dihukum berat karena menghilangkan nyawa orang lain dengan sangat dingin dan berencana.

AKAN TETAPI

 

Ada pelajaran berharga yang saya dapat dari proses peradilan ini yang sama sekali tidak terpikirkan dan menjadi point krusial dari peristiwa ini adalah:

1.   Dalam putusan Hakim Pengadilan Negeri yang memberikan keringanan vonis hukuman yang pertimbangannya adalah bahwa terdakwa Richard Eliezer telah menyesali perbuatannya serta memohon maaf  kepada orang tua dan keluarga Alm. Joshua Hutabarat.

2.   Bahwa orang tua dan keluarga Alm. Joshua telah memberikan maaf atau pengampunan terhadap permohonan maaf yang diajukan oleh terdakwa Richard Eliezer.

3.   Dengan demikian bahwa menyesal dan meminta maaf atau ampun itu sangat bernilai dimata setiap orang, terlebih Tuhan.

4.   Bahwa berbesar hati memberikan maaf atau mengampuni itu juga sangat bernilai harganya. Proses meminta maaf dan memaafkan itu menjadi kunci rendahnya vonis hakim.

5.   Proses maaf-memaafkan itu juga menjadi salah satu pertimbangan oleh Jaksa Penuntut Umum untuk tidak melakukan upaya banding terhadap putusan vonis Hakim Pengadilan Negeri itu. Dalam sesi tanya-jawab yang disiarkan oleh Tvone, pejabat dari Kejaksaan Agung menyatakan tidak akan melakukan upaya banding terhadap putusan hakim yang sangat ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yaitu 13 tahun penjara karena pertimbangan terdakwa sudah diberikan maaf oleh orang tua Alm. Joshua.

 

Dalam proses ini, kita bisa belajar bahwa apa yang dilakukan oleh Hakim Pengadilan Negeri hampir mirip dengan sifat Allah, yaitu kasih dan keadilan. Alah itu penuh kasih, tapi juga adil dalam putusan-Nya. Kitab Suci mengajarkan dalam Bilangan 14:18 – TUHAN itu berpanjangan sabar dan kasih setia-Nya berlimpah-limpah, Ia mengampuni kesalahan dan pelanggaran, tetapi sekali-kali tidak membebaskan orang yang bersalah dari hukuman, bahkan Ia membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat.

Di satu sisi Ia harus mengampuni orang berdosa itu karena kasih-Nya, tapi di sisi lain Ia harus menghukum orang berdosa itu karena keadilan-Nya. Jika ada orang berdosa di hadapan-Nya dan la lalu mengampuninya begitu saja, lalu dimana keadilan-Nya? Tapi kalau la lalu menghukumnya dengan segera, lalu dimana kasih-Nya? Bagaimana Ia harus tetap mengampuni orang berdosa itu sambil tetap menghukumnya? Hakim Pengadilan memberikan pengampunan dari hukuman yang lebih berat, sekaligus tetap menghukum walaupun ringan.

Bedanya yang dilakukan oleh Allah adalah, Allah sendiri yang memberikan anaknya Yesus Kristus untuk mengganti orang berdosa menjalani hukuman mati di salib. Dengan menjatuhkan hukuman atas dosa manusia maka keadilan Allah terpuaskan. Dan dengan terbebasnya manusia dari hukuman-Nya maka kasih-Nya terpuaskan.

 

ΓΌ  Pelajaran dari Richard Eliezer adalah : segera Menyadari, mengakui dan menyesali kesalahan serta memohon maaf atau ampunan.

ΓΌ  Pelajaran dari orang tua Alm. Joshua Hutabarat adalah : berbesar hati mau menerima dan mengampuni permohonan maaf atas dasar kasih.

 

Ini sangat bersesuaian dengan Firman berikut :

Mazmur 32 : 5

“Dosaku kuberitahukan kepada-Mu, dan kesalahanku tidaklah Kau sembunyikan; aku berkata : Aku akan mengaku kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku”, dan Engkau mengampuni kesalahan karena dosaku.”

 

                                        (Semoga bermanfaat)


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENGUKUHAN DAN PELANTIKAN PENGURUS TP-PKK KABUPATEN DAN KECAMATAN PERIODE 2025-2030

RAPAT PARIPURNA PENUTUPAN MASA PERSIDANGAN I DAN PEMBUKAAN MASA PERSIDANGAN II TAHUN SIDANG 2024 - 2025

BUPATI SABU RAIJUA SERAHKAN SK KEPADA 61 ORANG CPNS